Muhri
Para pendatang? Apa bayangan yang muncul
pertama kali di benak? Penjajah Eropa? Pengungsi Rohingya? Atau etnis Arab
Yaman? Apa pun asosiasinya, mari abaikan itu. Tulisan iseng ini tidak untuk
bicara sejarah pendatang di atas. Tidak pula aspek politik dan sosiologisnya. Ini
tentang pendatang dalam sastra. Sastra Bangkalan.
Tulisan ini tidak untuk memberi selamat
datang. Tidak untuk menilai pendatang. Hanya ingin mencatat. Mencatat agar
tidak hilang dimakan waktu. Mari mulai pada cerita.
Cerita dimulai dari FPB 2 yang
dilaksanakan oleh Komunitas Masyarakat Lumpur. Siapa saja penulisnya? Tak perlu
diceritakan. Baca saja buku saya Sejarah Ringkas Kesusastraan Bangkalan.
Asal saja, saya ingin membahas hanya tiga penulis. Sesuai judul. Para
pendatang. Para pendatang yang dimaksud adalah penulis yang “berproses” pada jalur
berbeda dalam kesusastraan Bangkalan. Tiga nama tersebut Buyung Pambudi, Bagus
Tri Handoko (alm.), dan Ina Herdiyana.
Katakan saja saya diskriminatif. Saya
tidak peduli. He he he. Soal diskriminatif saya akan membahas Ina Herdiyana dulu.
Perempuan asal Sumenep ini pernah saya abaikan. Saya nafikan sebagai sastrawan
perempuan Bangkalan. Pada acara Mancing Sastra tanggal 22 Juli 2018 saya
menyebutkan bahwa ada lima penulis sastra perempuan Bangkalan: Yuni Kartika
Sari (dari Komunitas Bawah Arus-saya tulis dahulu agar tidak disebut mutilasi),
Irza Nova Husna, R. Nike Dianita F., Dini Islami, dan R. Dian Kunfilah. Keempat
penulis terakhir dari Komunitas Masyarakat Lumpur. Dalam makalah berjudul “Bicara
Apa Penyair Perempuan Bangkalan dalam Puisinya?”, saya tidak memasukkan Ina
Herdiyana. Alasanya sederhana. Bukan orang Bangkalan.
Seperti Ina, Buyung Pambudi juga
pendatang dalam sastra Bangkalan. Keduanya bekerja di grup Jawa Pos. Ina di Radar
Madura, Buyung pernah di JTV. Meski menolak karyanya Cinta di Kaki Bukit
Baiyun disebut sastra, karya Buyung Pambudi ini bisa disebut kisah
perjalanan, juga memoar. Keduanya termasuk salah satu genre sastra juga. Setelah
buku ini, ia menulis beberapa cerita anak. Sampai saat ini, ia aktif di
Komunitas Masyarakat Lumpur dengan profesi utama Dosen PBSI STKIP PGRI
Bangkalan.
Dengan latar belakang yang mirip dengan
Buyung Pambudi, almarhum Bagus Tri Handoko juga menulis sastra. Setelah
memutuskan keluar dari Radar Madura, Bagus fokus pada karir dosen. Buku kumpulan
puisi Adakah Pagi di Kota Ini? Buku kumpulan puisi dan foto ini ditulis di
antara kesibukannya sebagai Humas dan kepala penerbit STKIP PGRI Bangkalan.
Saya tidak akan melupakan penulis senior
ini. Saya harus meralat. Empat. Bukan tiga. Ki Suryo. Saya tidak tahu nama aslinya.
Ki Suryo adalah nama yang tertulis dalam buku Perjalanan Putih yang
terbit 2018. Seorang pensiunan guru dari Barunawati katanya. Sebenarnya masih
ada satu karya lagi yang tak jadi terbit sebab terkendala masalah teknis. Penulis
yang enak baca puisinya ini tinggal di sebuah perumahan di utara Makam Syaikh
Kholil Martajasah.
Keempat penulis ini tidak berasal dari
Bangkalan. Ina dari Sumenep; Buyung asal Pati, Jawa Tengah; Bagus dari Kediri;
dan Ki Suryo dari Jawa. Entah Jawa mana? Setahu saya, selain Bagus, tiga yang
lain menempuh pendidikan di luar Bangkalan. Mungkin mereka tidak bisa
dimasukkan sebagai bagian dari angkatan dalam klasifikasi sejarah sastra Bangkalan.
Sebab, secara tradisional, sejarah sastra Indonesia mengklasifikasi pembabakan
sejarah melalui sistem angkatan. Secara komunal angkatan didasarkan pada
kesamaan. Dan, mereka memang berbeda. Mereka tidak beralur dan berproses sama
dengan penulis-penulis generasi baru ketika karya mereka diterbitkan. Mereka
jelas tidak seumur dengan generasi keempat 2010-an. Ki Suryo berusia lebih jika
dibandingkan generasi penulis bangkalan generasi ke dua, generasi yang berproses
sebelum tahun 2000. Buyung secara usia masuk ke generasi ke-3, yaitu generasi
2000-an. Bagus dan Ina memang segenerasi dengan keempat tapi mereka bukan
aktivis teater yang menjadi karakteristik utama generasi keempat. Mereka memang
pendatang. Namun kiprah dan karya mereka harus dicatat. Tidak untuk
dikelompokkan tetapi untuk diabadikan dalam catatan