1. Tokoh dan Petokohan?
Penggunaan kata karakter dan karakterisasi bukan tanpa alasan. Di banyak buku berbahasa Indonesia istilah yang banyak digunakan adalah tokoh dan penokohan. Istilah ini kurang mengena karena bersifat terlalu umum. Tokoh bisa digunakan dalam dunia nyata dan fiksi, misalnya tokoh pergerakan, tokoh partai, tokoh pendidikan, dsb. Karakter, dalam bahasa Indonesia, menjadi istilah khusus sastra setelah diadaptasi ke bahasa Indonesia.
Namun, keduanya tetap masih menghasilkan kerancuan istilah karena karakter sekalipun dalam bahasa asalnya bukan istilah sastra saja. Karena itu, saya mengusulkan sebuah istilah yang sebenarnya sudah tidak asing karena berasal dari bahasa Jawa bahkan sudah diserap menjadi bahasa Indonesia, yaitu lakon. Istilah ini hanya muncul pada dunia pertunjukan yaitu
jenis-jenis drama tradisional Jawa. Lakon hanya mengacu pada tokoh fiktif yang tidak nyata yang ada dalam dunia sastra dan drama. Masalahnya bersediakah kita kembali ke bahasa kita sendiri dan meninggalkan istilah asing yang sudah dianggap lebih “keren”?
jenis-jenis drama tradisional Jawa. Lakon hanya mengacu pada tokoh fiktif yang tidak nyata yang ada dalam dunia sastra dan drama. Masalahnya bersediakah kita kembali ke bahasa kita sendiri dan meninggalkan istilah asing yang sudah dianggap lebih “keren”?
2. Syarat-Syarat Tokoh yang Baik
Tokoh dalam sastra bukan tokoh realitas yang wujud dalam kenyataan. Tokoh dalam sastra hanyalah wujud yang memiliki unit-unit karakter yang diambil dari tokoh nyata. Jadi bukan kesamaan yang ditekankan tapi kemiripan (lifelikeness). Kemiripan itu hanya sejauh adanya unit atau beberapa unit karakter tokoh nyata dalam tokoh fiksi. Datuk Maringgih, misalnya, mungkin tidak pernah ada secara fisik dalam dunia nyata. Karakter nyata yang penuh sama dengan Datuk Maringgih mungkin memang tidak ada tetapi satuan-satuan karakter seperti pelit, tamak, bejad moral, suka kawin, pemakan riba, dsb. adalah unsur-unsur realitas. Unsur-unsur realitas yang universal ini yang kemudian membentuk sebuah tokoh yang memiliki karakteristik seperti manusia.
Karena hal-hal di atas tokoh adalah realita fiktif yang mengambil dari realita nyata. Dengan demikian tokoh adalah karakter universal yang merupakan kemungkinan pada semua manusia. Karena sifat universal ini ada keraguan apakah tokoh fiksi bisa diperlakukan seperti tokoh nyata seperti pada cerpen Ki Panji Kusmin yang mengakibatkan penjara bagi H.B. Jassin?
3. Jenis-Jenis Tokoh Berdasarkan Berbagai Sudut Pandang
Pembagian tokoh dalam sebuah karya fiksi dilakukan dengan berbagai sudut pandang. Dipandang dari sudut pandang kerumitan, tokoh dibagi menjadi tokoh datar (simple/flat character) dan tokoh bulat (complex/round character). Tokoh datar hanya digambarkan bagian-bagian umum yang tidak terlalu membedakan jika dibandingkan dengan tokoh lain. Dengan kata lain tokoh jenis ini hanya digambarkan hanya sebagian sisinya. Tokoh bulat adalah tokoh yang digambarkan dengan karakter yang beragam. Dengan kata lain, tokoh jenis ini digambarkan dari berbagai sisi. Tokoh jenis ini lebih rumit dan lebih hidup. Akan tetapi, tidak ada jaminan bahwa tokoh bulat ini lebih berhasil. Karena tokoh hanya sebagian dari unsur pembangun prosa fiksi.
Berdasarkan karakteristik baik buruknya, tokoh dibagi menjadi protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh utama yang berkarakter “baik”. Tokoh antagonis adalah lawan dari tokoh protagonis. Pertemuan keduanya menyebabkan konflik utama dalam sebuah cerita. Tokoh protagonis tidak selalu menghadirkan tokoh antagonis. Antagonisme kadang muncul berupa nasib yang harus diatasi oleh tokoh protagonis.
4. Daftar Pustaka
Abrams, M.H. 1971. A Glossary of Literary Term. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc
Hendy, Zaidan. 1988. Pelajaran Sastra 1. Jakarta: Gramedia
Kenney, William. 1966. How To Analyze Fiction. New York: Monarch Press
0 comments:
Posting Komentar