Muhri
Kamus Madura-Indonesia Kontemporer terbit pertama kali tahun 2014. Itu
berdasarkan ISBN. Saya perbaiki pada 2016 dengan tambahan lema. Hanya sekitar
2500 lema atau entry. Tak banyak. Lalu saya lanjut untuk membuat edisi
berikutnya. Sayangnya, bukan edisi baru yang saya susun tapi buku baru.
Melanjutkan kamus 2014 tapi dengan bentuk format yang berbeda jauh. Rencananya
saya terbirkan 2025 dengan judul Kamus Progresif Madura-Indonesia. Sudah
saya cek similaritas (similarity check) dengan hasil 16% kesamaan dengan
kamus 2014 yang saya unggah online di laman STKIP PGRI Bangkalan.
Kamus-kamus itu saya tulis mulai tahun
2010. Beberapa bulan setelah saya lulus S2 Ilmu Sastra FIB UGM Yogyakarta.
Mengapa kamus? Mengapa bukan sastra? Mungkin itu pertanyaan yang muncul.
Sebenarnya pada tahun yang sama saya juga
menerbitkan Sejarah Ringkas Kesusastraan Indonesia. Sebuah buku ajar
yang tebalnya kurang dari 80 halaman. Mengapa bisa dua dalam satu tahun?
Sebenarnya itu ditulis selama lima tahun dengan cara iseng. Yah, jika sedang mood
saja.
Oh ya… Maaf terdistraksi. Saya tidak akan
menceritakan kamus itu. Saya ingin mengingat kembali sebuah babak dalam hidup
saya terkait kamus. Antara 2003-2004 masa kuliah semester atas. Ada mata kuliah
leksikografi. Pak Diding yang mengampu. Relasi kami tidak istimewa. Mungkin
beliau telah lupa dengan saya. Saya juga tidak akan menceritakan apa pun yang
buruk tentang beliau dalam pandangan saya. Inspirator yang mengenalkan pada
kamus, seperti Pak Suro Wahono yang mengenalkan pada sejarah sastra. Dengan
cara ekstrem dan tentu tidak komprehensif. Tentang sejarah sastra dan Pak Suro
akan saya tulis dalam cerita yang berbeda.
Beliau, Pak Diding, tidak memberikan kuliah
dalam bentuk teks atau konsep. Hanya menugaskan untuk menyiapkan teks bahasa
Indonesia. Lalu meminta untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Madura. Setelah itu
beliau meminta mahasiswa menyiapkan kertas berukuran 15x10 cm, lebar 15 &
tinggi 10. Sebagai kartu data tentunya.
Kartu tersebut bagian kiri atas ditulis
kata bahasa Madura pada teks sebagai lema. Di bawahnya agak ke tengah arti
dalam bahasa Indonesia. Di bawah arti kalimat yang memuat lema tersebut. Jika
ada kata yang sama pada kalimat lain bisa dianalisis kesamaan dan perbedaan artinya.
Jika nuansa artinya berbeda maka ditulis di kartu yang berbeda. Demikian juga
bentuk turunan ditulis dengan kartu yang berbeda. Hasil kartu data tersebut
diurut berdasarkan abjad pada lema.
Oh iya… Ada yang lupa. Di bawah lema atau
bentuk turunan ditulis simbol fonemik dengan diapit tanda garis miring (//).
Fonemik, bukan fonetik. Tentu bingung mencari simbol itu di komputer. Bagusnya
ada Mas Budi Rahman yang mengerti pengetikan. Itu pakai word versi lama sebelum
2003 dengan menu dan dropdown yang tidak sepraktis hari ini. Praktis yang
mengetik Mas Budi. Saya cuma bantu. Maklum, SDM rendah.
Tugas selesai dalam bentuk buku dengan
jilid lakban. Tebal sekitar 90 halaman tanpa bolak balik. Ukuran A5 dengan
memotong Folio HVS menjadi dua. Diprin, bukan foto kopi. Yang lain sumbang
dana. Rugi?
Sebuah keuntungan yang baru saya sadari
hari ini. Saya menulis kamus dengan Ms Office yang lebih canggih. Seorang dosen
menukas bahwa kamus bahasa Madura sudah ada. Tentu yang dimaksud karya Mas
Adrian Pawitra.
Saya tidak ingin berdebat. Dalam tulisan
ini saya ingin berargumen. Kamus Mas Adrian tidak menyajikan aspek-aspek
tertentu dalam kamus. Tak mencantumkan kelas kata, terjemahan sering hanya
sinonim. Selain itu kamus tersebut hanya mengambil atau menerjemah sebagian
besar dari kamus H.N. Kiliaan yang dalam bahasa Belanda.
Satu hal yang terutama terlupa dan tidak
tergambar dalam kamus Mas Adrian. Sebuah kamus yang hidup bernafas. Sebab
selama manusia Madura masih menggunakan bahasa Madura, selama itu juga tidak
ada kata finis. Karena itu ada kata “progresif” dalam kamus yang akan saya
terbitkan. Tentu tidak selengkap karya Mas Adrian. Kamus itu sementara sekitar
9000 lema. Selisih 1000 lema dengan kamus yang disusun Mas Adrian.
Selain itu, kamus bukan hasil penelitian
yang mensyaratkan novelty atau kebaruan. Jika ini dianggap salah, maka
tidak akan ada kamus bahasa Inggris dari Cambridge, Oxford, Merriam-Webster,
dsb. Apalagi, kamus ini akan terus saya kembangkan sampai deadline yang
sebenarnya. Batas kematian. Ups! Maaf terlalu serius.
Wallahu a’lam bi al-sawab
(Teks ini, seperti cerita sebelumnya, hanya
draf. Perbaikan akan dilakukan dalam versi cetak yang nanti akan diterbitkan
dalam bentuk PDF atau mungkin print out.)
0 comments:
Posting Komentar