Buyung Pambudi*
Awal konflik...
Sekolahku sama dengan
laki-laki. Terpikir dalam pikirannya
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, soal gender, soal emansipasi.
Soal cinta saja dulu yang membuatnya mengalah. Soal kompromi dengan suami.
Kini, ketika realitas tidak bisa dibuai dengan cinta? Ketika
ia kembali memijak bumi. Realistis kata yang tepat mewakili.
Mulai naik...
Sayangnya, kesibukan
masing-masing membuat mereka tidak sadar bahwa mereka mulai terpisah. Ada sekat menebal yang tak sempat
dilihat. Ada jarak yang semakin memanjang
dan mereka berada di kedua ujungnya.
Puncak...
“Sayang, rasanya ada
yang kurang dalam hidup kita yang berkecukupan ini. Kita belum sempat
menyempurnakan pernikahan kita,” (suami).
“Maksud Mas anak?”
kening Melani berkerut. Tanda tanya tentang arah mana pembicaraan ini tertuju.
“Ya. Kesibukan membuatmu melupakan
peranmu sebagai istri.” Kata Hartoyo, lelah. “Jadi Mas menyalahkanku? Bagaimana
dengan kesibukan Mas sendiri? Apa mas pernah memikirkan apa yang menjadi
keinginanku?” Nada bicara Melani meninggi.
Perbedaan pendapat
sudah terjadi. Mereka telah memenangkan ego dalam diri mereka sendiri
dengan mengusir pengertian yang
menyatukan perbedaan. Puncaknya mereka tidak menemukan kata yang menenangkan.
Menurun...
Esok harinya Melani terbangun sendirian. Saat hendak
mandi dilihatnya suaminya telah rapi
berpakaian. Wajahnya
ceria seperti tak ada bekas pertengkaran tadi malam. Rupanya ia telah
mengibarkan perdamaian dengan senyumnya yang indah.
Solusi...
Sampai di kantor
istrinya, Hartoyo segera urun dan membukakan pintu belakang untuk istrinya.
Melani keluar dengan mata berbinar. Ia meraih dasi suaminya dan merapikan.
Sebuah kecupan melayang. “Mas, jemput
aku jam sembilan nanti malam.” Suaminya mengangguk. Melani pun masuk dengan
langkah seorang pemimpin perusahaan.
Komunikasi yang buruk sebagai akar masalah hubungan RT**?
Komunikasi yang buruk secara luas
dipandang sebagai masalah utama dalam hubungan (Stafford, 2009, p. 295). Jika
kita meyakini bahwa komunikasi yang buruk menyebabkan masalah dalam hubungan,
maka komunikasi yang buruk juga memunculkan hubungan yang buruk. Solusi yang
ditawarkan oleh psikolog pada umumnya adalah dengan meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dengan mempelajari keterampilan komunikasi yang lebih baik.
Benarkah komunikasi yang baik adalah ‘dewa obat’ untuk segala ‘penyakit’ dalam
hubungan RT?
Padahal, bisa saja konflik mendasar
dalam nilai atau keyakinan adalah penyebab utama suatu hubungan. Misalnya soal
nilai dan keyakinan terhadap peran perempuan dan laki-laki dalam pernikahan,
prioritas dalam berbelanja, atau sudut pandang lain yang mendarah daging
ditanamkan sejak kecil. Maka, masalah utama dalam hal ini bukan komunikasi.
Menyikapi konflik dalam rumah tangga, ada dua hal yang bisa dijadikan sebagai
cara pandang.
Pertama, yang
harus dilakukan adalah mencari akar persoalan konflik RT. Jika persoalan
utamanya adalah komunikasi, maka jalan keluarnya adalah meningkatkan
keterampilan komunikasi. misalnya, jika si istri merasa perkataannya tidak
diperhatikan oleh suami saat berbicara karena terlalu fokus ke ponsel, padahal
sebenarnya si suami memperhatikannya. Maka, solusinya adalah suami harus
meningkatkan keterampilan berkomunikasi misalnya dengan memandang mata si istri
saat ia sedang berbicara kepadanya.
Kedua, tidak
ada cara komunikasi tunggal yang baik dan berlaku umum untuk mengatasi semua
jenis masalah dalam RT. Setiap persoalan komunikasi RT membutuhkan cara
komunikasi yang berbeda dan khas. Satu cara komunikasi bisa efektif untuk
menyelesaikan satu persoalan RT belum tentu bisa digunakan untuk persoalan RT
yang lain.
Komunikasi yang baik mungkin akan
membantu memahami persoalan yang menyebabkan konflik RT. Tetapi, memahami
masalah dan menyepakati jalan keluar adalah persoalan yang berbeda. Cerita
pendek berjudul Mas, Jemput Aku Jam
Sembilan Nanti Malam karya Muhri ini menyuguhkan solusi konflik yang cukup
brilian. Solusi sederhana tetapi langsung menyentuh pada persoalan utama
penyebab konflik RT. Yakni adanya tindakan merobohkan ‘dinding tebal’ ego
pribadi yang menghalangi keintiman pasangan suami istri.
John Gottman membagi dua pola
komunikasi dalam hubungan RT, yakni pola komunikasi positif dan negatif. Apa
yang terjadi antara Hartoyo dan Melani pada saat konflik rumah tangganya
memuncak merupakan bagian dari pola komunikasi negatif. Pola komunikasi negatif
meliputi; kritisisme, penghinaan, pembelaan diri (defensiveness), dan tembok batu. Kritisisme di sini bukanlah
kritisisme dalam teori sosial, tetapi lebih sebagai upaya pencarian secara
terus menerus kelemahan atau kekurangan pasangan.
Kritisisme seringkali akan bertemu
dengan pembelaan diri (lihat dialog Puncak...).
Menyampaikan kekurangan pasangan akan memicu pembelaan diri biasanya berupa
‘serangan balik’. Kritisisme, penghinaan, dan pembelaan diri pada tahap
berikutnya dapat bertumpuk memunculkan dinding pemisah yang menghalangi sebuah
hubungan.
Banyak ahli percaya bahwa mengelola
perbedaan dalam sebuah merupakan ciri utama dalam kesuksesan menjalani hubungan
(relationship). Berbagai cara untuk
mengelola konflik RT akan berjalan sukses jika kedua pasangan sepakat tentang
bagaimana suatu konflik harus dikelola.
Jaga harmoni dengan percakapan sehari-hari
Pada dialog Solusi..., jalan keluar yang disajikan oleh penulis cerpen terkesan
terlalu menyederhanakan persoalan. Percikan-percikan api konflik yang memuncak
menjadi api unggun seolah padam hanya dengan turunnya gerimis rintik-rintik.
Padahal, para cendekiawan komunikasi dan pakar relasional membuktikan bahwa
percakapan sehari-hari tentang hal-hal yang sangat biasa justru dapat menjaga
kelanggengan sebuah hubungan (Steve Duck 1995).
Percakapan sehari-hari yang sangat
biasa merupakan hal yang harus diciptakan, dijaga dan terus diupayakan untuk
tetap terjadi. Menjaga dan memperbaiki hubungan melalui percakapan sehari-hari
merupakan sesuatu yang sangat penting. “Mas, jemput aku jam sembilan nanti
malam,” ini adalah kalimat dalam percakapan sehari-hari yang sangat biasa,
namun percakapan ini akan terasa sangat luar biasa ketika sebuah hubungan
sedang dipisahkan oleh dinding yang tebal dan kokoh.
Sebagaimana komunikasi, hubungan RT
bukan sesuatu yang stagnan. Hubungan RT akan terus mengalami perubahan seiring
waktu, situasi dan kondisi. Hubungan RT adalah ‘urusan yang belum selesai’,
hubungan RT terus berkembang dari masa ke masa.
*Dosen STKIP PGRI Bangkalan
**Keterangan: RT adalah
singkatan dari rumah tangga.
Daftar bacaan
Stafford, L. (2009).
Spouses and Other Intimate Partnerships.
In 21st Century Communication A Reference Handbook (Vol 1 & 2) (W. F.
Eadie (ed.)). SAGE Publications Inc.
Gottman, J. M. (1994). Why
marriages succeed or fail. New York: Simon & Schuster.
Duck, S. W. (1995). Talking relationships into being.
Journal of Social and Personal Relationships, 12, 535–540.
Video terkait
0 comments:
Posting Komentar