10 Agustus 2025

, ,

SOUND HOREG, KAMUS, DAN DEFINISI OPERASIONAL: SALAH PAHAM ATAU PAHAM SALAH?

Muhri

Sound horeg haram. Begitu yang saya dengar di siaran TV yang saya tonton di YouTube. Saya tidak heran dengan hukum haram itu. Sudah pasti haram. Saya juga tidak akan mengulas tanggapan dari pelaku usaha sound system dengan predikat “horeg”.

Pernyataan haram itu muncul dari bahtsul masail se-Jawa dan Madura yang diadakan di Pasuruan. Kemudian diamplifikasi fatwa MUI Jatim yang sebenarnya suara dari tenggorokan yang sama. NU juga.

Di Pasuruan dinyatakan oleh KH. Muhibbul Aman Aly, musahhih pada bahtsul masail tersebut, bahwa sound horeg adalah sound system yang disetel dengan suara keras dan juga ada joget-jogetan di sekitarnya (Annajah Center Sidogiri, 2025:9:20). Sekilas tidak ada yang salah. Baru diketahui setelah viral dan menarik banyak komentar. Dalam siaran Catatan Demokrasi dari TvOne definisi itu ternyata salah.



Devid Steven Laksamana Perwira Yudha menjelaskan bahwa joget-jogentan bukan bagian dari sound horeg (TvOneNews, 2025:10:23). Penyedia jasa hanya menyediakan sound system. Bukan penarinya. Jadi istilah yang mungkin lebih baik adalah pawai sound horeg. Sepertinya sepele, tapi selisih pemahaman ini luas dipahami secara salah. Mereka menyaksikan sound itu ada dipengajian, ada di tablig akbar, panggung shalawat. Lalu duarr. Haram. Mereka bertanya-tanya awalnya.

Awam yang tidak terlalu terikat dengan agama tentu tidak sama dengan santri ketika menyikapi hal tersebut. Cara awam lebih impulsif dan emosional. Ulama yang seumur hidup mengkaji agama dan menekuni dalam sikap dan perbuatan, dicaci-maki di media sosial. Mereka tidak bisa membedakan antara sound horeg dan pawai sound horeg, sebab fatwa tersebut tidak menyebut kata pawai. Beda kata dan maksud.

Sound system dengan predikat horeg ini sebernarnya sound system biasa dengan kapasitas yang lebih besar. Kata horeg sendiri sebernarnya berasal dari bahasa Jawa yang diberi definisi 1. ubah gèsèr tmr bumi dan 2. ramé banget; gègèr  (Tim Balai Bahasa Yogyakarta, 2011:263) . Jelas bukan? Horeg mengacu pada suara nyaring dan getaran pada tanah. Memang, secara hukum tidak mengubah apa-apa. Tapi masyarakat awam bukan mereka yang membaca isi. Mereka hanya baca judul. Lalu menyimpulkan dan bereaksi. Apalagi kesalahpahaman ini dimanfaatkan media dengan mengolah kontroversi menjadi atensi. Ujung-ujungnya divaluasi menjadi penghasilan mereka. Siapa yang babak belur? Pesantren, MUI, dan tentu saja NU. Padahal, NU tidak mengeluarkan fatwa apa pun.

 

Referensi

Annajah Center Sidogiri. (2025). Di Balik Fatwa Haram Sound Horeg | KH. Muhibbul Aman Aly - Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=RdizxSfizgE

Tim Balai Bahasa Yogyakarta. (2011). Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) (2nd ed.). Kanisius.

TvOneNews. (2025). [FULL] Dikecam, Sound Horeg Difatwa Haram | Catatan Demokrasi tvOne - YouTube. https://www.youtube.com/watch?v=ccGz4dd13Jg

0 comments:

Posting Komentar