Oleh: Suhartini, S.Pd.
Jika kita
mendengar kata "Pramuka", apa yang terbayang? Barisan rapi dengan
seragam coklat, tenda perkemahan, api unggun, atau simpul-simpul tali? Gambaran
itu tak salah, namun seringkali hanya berhenti di situ. Padahal, di balik
aktivitas yang tampak tradisional tersebut, tersimpan nilai-nilai universal
yang sangat relevan bagi pembentukan karakter generasi muda abad 21:
kepemimpinan, kerja sama, kecakapan hidup, kepedulian lingkungan, dan jiwa
kewirausahaan (Kwartir Nasional, 2021).
Sayangnya,
narasi tentang Pramuka seringkali terjebak dalam lingkup internal atau sekadar
menjadi memoar kenangan manis alumni. Di sinilah Publikasi
Kepramukaan berperan penting, bukan sebagai kegiatan sekunder, tetapi
sebagai strategi komunikasi vital untuk memperkuat eksistensi,
relevansi, dan dampak Gerakan Pramuka di mata masyarakat luas.
Buku Panduan
Itu Penting, Tapi Tidak Cukup
Sebagai
seorang praktisi pendidikan dan pembina pramuka, saya sering bersinggungan
dengan buku-buku panduan resmi kepramukaan. Buku-buku tersebut adalah ruh dan
pedoman teknis yang menjaga keseragaman metode dan nilai dasar. Namun, dalam
konteks komunikasi publik, berpaku hanya pada buku panduan sama dengan
membangun benteng yang kokoh tapi tak memiliki jendela untuk berinteraksi
dengan dunia luar. Berikut argumentasi mengapa buku saja tidak cukup:
1.
Buku Bersifat
Statis, Publikasi Dinamis: Buku panduan adalah dokumen baku yang berubah
dalam siklus panjang. Sementara, dinamika kegiatan, kisah sukses, respon
terhadap isu aktual (seperti pandemi atau bencana alam), serta inovasi lokal
terjadi setiap hari. Publikasi digital (artikel, blog, media sosial) lah yang
dapat menangkap dan menyebarkan energi dinamis ini secara real-time,
menunjukkan bahwa Pramuka adalah organisasi yang hidup dan kontekstual
(Anderson & Rainie, 2018).
2.
Buku
Berbicara "Apa", Publikasi Menunjukkan "Bagaimana" dan
"Mengapa": Buku mengajarkan teori membuat bivak atau prinsip
Dasa Darma. Publikasi yang baik akan menampilkan video singkat Pramuka
menyelesaikan masalah tenda saat hujan deras, atau feature story tentang
bagaimana nilai satya dan darma diterapkan seorang Pramuka Penggalang dalam
mengatasi perundungan di sekolahnya. Publikasi menghidupkan teori menjadi
cerita yang relatable dan inspiratif (Pratiwi & Setyawan, 2020).
3.
Jangkauan
Buku Terbatas, Publikasi Digital Tanpa Batas: Buku panduan terutama dibaca
oleh anggota aktif dan pembina. Sasaran kita justru lebih luas: orang tua calon
anggota, masyarakat umum, pemangku kebijakan, dan dunia industri. Sebuah
postingan Instagram yang viral tentang aksi bakti sosial Pramuka membersihkan
pantai dapat menanamkan citra positif dan menarik minat pihak-pihak di luar
"lingkaran setia" Pramuka, sesuatu yang mustahil dilakukan buku
panduan (Kurniawan & Saputra, 2022).
4.
Buku adalah
Monolog, Publikasi yang Baik Membuka Dialog: Buku memberikan instruksi.
Publikasi di platform digital memungkinkan adanya komentar, sharing, dan
diskusi. Ini membuka ruang untuk umpan balik, keterlibatan publik, dan bahkan
rekrutmen. Sebuah webinar tentang kepramukaan yang dipublikasikan secara luas
dapat menjadi ajang diskusi interaktif yang memperkaya wawasan semua pihak
(Tapscott, 2009).
Potensi
Strategis Publikasi Multiplatform
Publikasi
kepramukaan yang dijalankan secara multiplatform bukan sekadar menyebar
informasi, melainkan membuka peluang strategis yang selama ini belum tergarap
optimal:
1.
Penguatan
Jejaring dan Sinergi Global: Platform seperti LinkedIn dan website resmi
dapat menghubungkan Kwartir Daerah/Nasional dengan organisasi kepramukaan dunia
(WOSM/WAGGGS), LSM internasional, dan dunia usaha. Publikasi program unggulan
dalam bahasa Inggris dapat menarik mitra global, pendanaan, dan pertukaran
pelajar (WOSM, 2023).
2.
Pengembangan
Ekonomi Kreatif Anggota: YouTube dan TikTok menjadi ruang ekspresi kreatif
sekaligus potensi ekonomi. Keterampilan pionering, memasak lapangan, atau seni
panggung dalam perkemahan dapat dikemas sebagai konten edukatif yang
dimonetisasi, memberikan contoh nyata kewirausahaan kepada anggota (Rahman,
2021).
3.
Arsip Digital
dan Pengakuan Prestasi: Platform seperti Instagram Highlights, blog, atau
website menjadi portofolio digital yang mendokumentasikan perjalanan dan
pencapaian setiap Gugus Depan. Hal ini tidak hanya membangun kebanggaan
kolektif tetapi juga menjadi alat validasi prestasi untuk beasiswa atau jenjang
karier anggota (Febrianti, 2022).
4.
Advokasi
Kebijakan Berbasis Data: Twitter dan blog dapat menjadi alat ampuh untuk
menyampaikan position statement atau hasil riset sederhana
tentang peran Pramuka dalam isu sosial (lingkungan, kesehatan, toleransi). Data
kegiatan yang terpublikasi rapi menjadi bukti konkret untuk mendorong dukungan
kebijakan dari pemerintah daerah (Nugroho, 2019).
5.
Regenerasi
Kelembagaan yang Transparan: Live streaming di Facebook atau Instagram
untuk musyawarah atau pelantikan pengurus membangun citra transparansi dan
akuntabilitas. Proses regenerasi yang terekam dan terpublikasi dengan baik
dapat menarik minat kaum muda yang kritis untuk terlibat dalam struktur
kepemimpinan organisasi (Sari, 2020).
Tantangan dan
Peluang di Dunia Digital
Tantangan
terbesar adalah pergeseran dari publikasi konvensional (majalah dinding,
buletin cetak) ke publikasi digital yang dinamis dan interaktif. Banyak
organisasi kepramukaan di akar rumput yang masih gagap teknologi atau
terkendala sumber daya (Hidayat, 2021). Selain itu, konten yang dihasilkan
seringkali bersifat seremonial dan kaku, kurang menyentuh cerita manusia (human
interest) dan dampak nyata.
Namun, di
balik tantangan itu, peluangnya justru sangat besar. Platform seperti
Instagram, TikTok, dan YouTube adalah "lapangan baru" untuk
kepramukaan. Konten kreatif tentang tutorial survival skill,
dokumentasi perkemahan virtual/hybrid, podcast membahas nilai Dasa Darma,
atau campaign sosial berbasis data dapat menjangkau audiens
yang sangat luas. Prinsip "From Scout for Scout" bisa
berkembang menjadi "From Scout for All" (Anderson &
Rainie, 2018).
Strategi
Publikasi yang Efektif
1.
Kenali
Audiens dan Platform: Konten untuk orang tua berbeda dengan konten untuk
pelajar SMP. Gunakan bahasa yang sesuai dan pilih platform yang tepat (Pratiwi
& Setyawan, 2020).
2.
Utamakan
Cerita dan Data: Alih-alih "Kami melaksanakan perkemahan", lebih
baik ceritakan "Bagaimana Sarah, Pramuka Penegak, Memimpin Timnya
Mengatasi Kekurangan Logistik Saat Kemah Integrasi". Sisipkan data
sederhana tentang jumlah peserta atau capaian program (Nugroho, 2019).
3.
Visual yang
Kuat: Foto dan video berkualitas tinggi yang menangkap momen autentik
(kegigihan, kerja tim, sukacita) lebih bernilai daripada ribuan kata (Kurniawan
& Saputra, 2022).
4.
Konsistensi
dan Kolaborasi: Publikasi harus berkelanjutan, bukan musiman. Kolaborasi
dengan komunitas jurnalis muda, blogger, atau influencer lokal
dapat memperkaya perspektif dan jangkauan (Sari, 2020).
5.
Integrasikan
dengan Kurikulum: Keterampilan publikasi (menulis, fotografi, desain
grafis, public speaking) dapat menjadi bagian dari Syarat Kecakapan
Khusus (SKK) dan sistem tanda kecakapan, sehingga melahirkan kader yang tidak
hanya terampil di lapangan tapi juga cakap dalam berkomunikasi (Kwartir
Nasional, 2021).
Kesimpulan
Publikasi
kepramukaan bukanlah tugas tambahan untuk yang halaman belakang. Ia
adalah ujung tombak komunikasi strategis Gerakan Pramuka. Di tengah
banjir informasi dan kompetisi perhatian, Pramuka harus aktif bercerita,
menunjukkan bukti karya, dan mendialogkan nilai-nilai luhurnya dengan bahasa
kekinian. Buku panduan adalah fondasi yang kokoh, tetapi tanpa publikasi yang
masif dan multiplatform, kita seperti memiliki mutiara yang tersembunyi di
dalam cangkangnya. Dengan memanfaatkan potensi strategis setiap platform,
publikasi tidak hanya memperkuat citra, tetapi dapat menghidupkan ekosistem
Pramuka yang lebih dinamis, terkoneksi, dan berdampak nyata. Pramuka tidak lagi
dianggap sebagai kegiatan "zaman dulu", melainkan
sebagai gerakan pemuda progresif yang aktif membentuk masa depan. Mari
gembar-gemborkan nilai-nilai itu, karena dunia perlu mendengarnya.
Daftar
Pustaka
Anderson, J.,
& Rainie, L. (2018). The Future of Well-Being in a Tech-Saturated
World. Pew Research Center.
Febrianti, D.
(2022). Portofolio Digital sebagai Alat Dokumentasi dan Pengembangan Diri bagi
Generasi Z. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(1), 45-60.
Hidayat, A.
(2021). Analisis Kesiapterapan Teknologi Informasi pada Organisasi
Kepemudaan di Daerah Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan
Masyarakat.
Kurniawan,
B., & Saputra, H. (2022). Strategi Komunikasi Pemasaran Digital Gerakan
Pramuka melalui Media Instagram. Jurnal Komunikasi Global, 11(2),
112-130.
Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka. (2021). Rencana Strategis (Renstra) Gerakan
Pramuka 2021-2025. Jakarta: Kwartir Nasional.
Nugroho, R.
(2019). Advokasi Kebijakan Publik di Era Media Digital. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Pratiwi, A.,
& Setyawan, D. (2020). Storytelling sebagai Metode Komunikasi Efektif untuk
Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 5(2),
89-104.
Rahman, F.
(2021). Kewirausahaan Kreatif di Platform Digital: Peluang dan
Tantangan bagi Generasi Muda. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Sari, M.
(2020). Transparansi Organisasi dan Partisipasi Anggota Muda: Studi pada
Organisasi Kepemudaan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 24(3),
201-218.
Tapscott, D.
(2009). Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing Your World.
New York: McGraw-Hill.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

0 comments:
Posting Komentar