18 November 2025

,

Menyebar Nilai, Bukan Hanya Seragam: Pentingnya Publikasi dalam Memperkuat Gerakan Pramuka di Era Digital

 Oleh: Suhartini, S.Pd.

Jika kita mendengar kata "Pramuka", apa yang terbayang? Barisan rapi dengan seragam coklat, tenda perkemahan, api unggun, atau simpul-simpul tali? Gambaran itu tak salah, namun seringkali hanya berhenti di situ. Padahal, di balik aktivitas yang tampak tradisional tersebut, tersimpan nilai-nilai universal yang sangat relevan bagi pembentukan karakter generasi muda abad 21: kepemimpinan, kerja sama, kecakapan hidup, kepedulian lingkungan, dan jiwa kewirausahaan (Kwartir Nasional, 2021).



Sayangnya, narasi tentang Pramuka seringkali terjebak dalam lingkup internal atau sekadar menjadi memoar kenangan manis alumni. Di sinilah Publikasi Kepramukaan berperan penting, bukan sebagai kegiatan sekunder, tetapi sebagai strategi komunikasi vital untuk memperkuat eksistensi, relevansi, dan dampak Gerakan Pramuka di mata masyarakat luas.

Buku Panduan Itu Penting, Tapi Tidak Cukup

Sebagai seorang praktisi pendidikan dan pembina pramuka, saya sering bersinggungan dengan buku-buku panduan resmi kepramukaan. Buku-buku tersebut adalah ruh dan pedoman teknis yang menjaga keseragaman metode dan nilai dasar. Namun, dalam konteks komunikasi publik, berpaku hanya pada buku panduan sama dengan membangun benteng yang kokoh tapi tak memiliki jendela untuk berinteraksi dengan dunia luar. Berikut argumentasi mengapa buku saja tidak cukup:

1.       Buku Bersifat Statis, Publikasi Dinamis: Buku panduan adalah dokumen baku yang berubah dalam siklus panjang. Sementara, dinamika kegiatan, kisah sukses, respon terhadap isu aktual (seperti pandemi atau bencana alam), serta inovasi lokal terjadi setiap hari. Publikasi digital (artikel, blog, media sosial) lah yang dapat menangkap dan menyebarkan energi dinamis ini secara real-time, menunjukkan bahwa Pramuka adalah organisasi yang hidup dan kontekstual (Anderson & Rainie, 2018).

2.       Buku Berbicara "Apa", Publikasi Menunjukkan "Bagaimana" dan "Mengapa": Buku mengajarkan teori membuat bivak atau prinsip Dasa Darma. Publikasi yang baik akan menampilkan video singkat Pramuka menyelesaikan masalah tenda saat hujan deras, atau feature story tentang bagaimana nilai satya dan darma diterapkan seorang Pramuka Penggalang dalam mengatasi perundungan di sekolahnya. Publikasi menghidupkan teori menjadi cerita yang relatable dan inspiratif (Pratiwi & Setyawan, 2020).

3.       Jangkauan Buku Terbatas, Publikasi Digital Tanpa Batas: Buku panduan terutama dibaca oleh anggota aktif dan pembina. Sasaran kita justru lebih luas: orang tua calon anggota, masyarakat umum, pemangku kebijakan, dan dunia industri. Sebuah postingan Instagram yang viral tentang aksi bakti sosial Pramuka membersihkan pantai dapat menanamkan citra positif dan menarik minat pihak-pihak di luar "lingkaran setia" Pramuka, sesuatu yang mustahil dilakukan buku panduan (Kurniawan & Saputra, 2022).

4.       Buku adalah Monolog, Publikasi yang Baik Membuka Dialog: Buku memberikan instruksi. Publikasi di platform digital memungkinkan adanya komentar, sharing, dan diskusi. Ini membuka ruang untuk umpan balik, keterlibatan publik, dan bahkan rekrutmen. Sebuah webinar tentang kepramukaan yang dipublikasikan secara luas dapat menjadi ajang diskusi interaktif yang memperkaya wawasan semua pihak (Tapscott, 2009).

Potensi Strategis Publikasi Multiplatform

Publikasi kepramukaan yang dijalankan secara multiplatform bukan sekadar menyebar informasi, melainkan membuka peluang strategis yang selama ini belum tergarap optimal:

1.       Penguatan Jejaring dan Sinergi Global: Platform seperti LinkedIn dan website resmi dapat menghubungkan Kwartir Daerah/Nasional dengan organisasi kepramukaan dunia (WOSM/WAGGGS), LSM internasional, dan dunia usaha. Publikasi program unggulan dalam bahasa Inggris dapat menarik mitra global, pendanaan, dan pertukaran pelajar (WOSM, 2023).

2.       Pengembangan Ekonomi Kreatif Anggota: YouTube dan TikTok menjadi ruang ekspresi kreatif sekaligus potensi ekonomi. Keterampilan pionering, memasak lapangan, atau seni panggung dalam perkemahan dapat dikemas sebagai konten edukatif yang dimonetisasi, memberikan contoh nyata kewirausahaan kepada anggota (Rahman, 2021).

3.       Arsip Digital dan Pengakuan Prestasi: Platform seperti Instagram Highlights, blog, atau website menjadi portofolio digital yang mendokumentasikan perjalanan dan pencapaian setiap Gugus Depan. Hal ini tidak hanya membangun kebanggaan kolektif tetapi juga menjadi alat validasi prestasi untuk beasiswa atau jenjang karier anggota (Febrianti, 2022).

4.       Advokasi Kebijakan Berbasis Data: Twitter dan blog dapat menjadi alat ampuh untuk menyampaikan position statement atau hasil riset sederhana tentang peran Pramuka dalam isu sosial (lingkungan, kesehatan, toleransi). Data kegiatan yang terpublikasi rapi menjadi bukti konkret untuk mendorong dukungan kebijakan dari pemerintah daerah (Nugroho, 2019).

5.       Regenerasi Kelembagaan yang Transparan: Live streaming di Facebook atau Instagram untuk musyawarah atau pelantikan pengurus membangun citra transparansi dan akuntabilitas. Proses regenerasi yang terekam dan terpublikasi dengan baik dapat menarik minat kaum muda yang kritis untuk terlibat dalam struktur kepemimpinan organisasi (Sari, 2020).

Tantangan dan Peluang di Dunia Digital

Tantangan terbesar adalah pergeseran dari publikasi konvensional (majalah dinding, buletin cetak) ke publikasi digital yang dinamis dan interaktif. Banyak organisasi kepramukaan di akar rumput yang masih gagap teknologi atau terkendala sumber daya (Hidayat, 2021). Selain itu, konten yang dihasilkan seringkali bersifat seremonial dan kaku, kurang menyentuh cerita manusia (human interest) dan dampak nyata.

Namun, di balik tantangan itu, peluangnya justru sangat besar. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube adalah "lapangan baru" untuk kepramukaan. Konten kreatif tentang tutorial survival skill, dokumentasi perkemahan virtual/hybrid, podcast membahas nilai Dasa Darma, atau campaign sosial berbasis data dapat menjangkau audiens yang sangat luas. Prinsip "From Scout for Scout" bisa berkembang menjadi "From Scout for All" (Anderson & Rainie, 2018).

Strategi Publikasi yang Efektif

1.       Kenali Audiens dan Platform: Konten untuk orang tua berbeda dengan konten untuk pelajar SMP. Gunakan bahasa yang sesuai dan pilih platform yang tepat (Pratiwi & Setyawan, 2020).

2.       Utamakan Cerita dan Data: Alih-alih "Kami melaksanakan perkemahan", lebih baik ceritakan "Bagaimana Sarah, Pramuka Penegak, Memimpin Timnya Mengatasi Kekurangan Logistik Saat Kemah Integrasi". Sisipkan data sederhana tentang jumlah peserta atau capaian program (Nugroho, 2019).

3.       Visual yang Kuat: Foto dan video berkualitas tinggi yang menangkap momen autentik (kegigihan, kerja tim, sukacita) lebih bernilai daripada ribuan kata (Kurniawan & Saputra, 2022).

4.       Konsistensi dan Kolaborasi: Publikasi harus berkelanjutan, bukan musiman. Kolaborasi dengan komunitas jurnalis muda, blogger, atau influencer lokal dapat memperkaya perspektif dan jangkauan (Sari, 2020).

5.       Integrasikan dengan Kurikulum: Keterampilan publikasi (menulis, fotografi, desain grafis, public speaking) dapat menjadi bagian dari Syarat Kecakapan Khusus (SKK) dan sistem tanda kecakapan, sehingga melahirkan kader yang tidak hanya terampil di lapangan tapi juga cakap dalam berkomunikasi (Kwartir Nasional, 2021).

Kesimpulan

Publikasi kepramukaan bukanlah tugas tambahan untuk yang halaman belakang. Ia adalah ujung tombak komunikasi strategis Gerakan Pramuka. Di tengah banjir informasi dan kompetisi perhatian, Pramuka harus aktif bercerita, menunjukkan bukti karya, dan mendialogkan nilai-nilai luhurnya dengan bahasa kekinian. Buku panduan adalah fondasi yang kokoh, tetapi tanpa publikasi yang masif dan multiplatform, kita seperti memiliki mutiara yang tersembunyi di dalam cangkangnya. Dengan memanfaatkan potensi strategis setiap platform, publikasi tidak hanya memperkuat citra, tetapi dapat menghidupkan ekosistem Pramuka yang lebih dinamis, terkoneksi, dan berdampak nyata. Pramuka tidak lagi dianggap sebagai kegiatan "zaman dulu", melainkan sebagai gerakan pemuda progresif yang aktif membentuk masa depan. Mari gembar-gemborkan nilai-nilai itu, karena dunia perlu mendengarnya.

 

Daftar Pustaka

Anderson, J., & Rainie, L. (2018). The Future of Well-Being in a Tech-Saturated World. Pew Research Center.

Febrianti, D. (2022). Portofolio Digital sebagai Alat Dokumentasi dan Pengembangan Diri bagi Generasi Z. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(1), 45-60.

Hidayat, A. (2021). Analisis Kesiapterapan Teknologi Informasi pada Organisasi Kepemudaan di Daerah Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Masyarakat.

Kurniawan, B., & Saputra, H. (2022). Strategi Komunikasi Pemasaran Digital Gerakan Pramuka melalui Media Instagram. Jurnal Komunikasi Global, 11(2), 112-130.

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. (2021). Rencana Strategis (Renstra) Gerakan Pramuka 2021-2025. Jakarta: Kwartir Nasional.

Nugroho, R. (2019). Advokasi Kebijakan Publik di Era Media Digital. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pratiwi, A., & Setyawan, D. (2020). Storytelling sebagai Metode Komunikasi Efektif untuk Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 5(2), 89-104.

Rahman, F. (2021). Kewirausahaan Kreatif di Platform Digital: Peluang dan Tantangan bagi Generasi Muda. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sari, M. (2020). Transparansi Organisasi dan Partisipasi Anggota Muda: Studi pada Organisasi Kepemudaan. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 24(3), 201-218.

Tapscott, D. (2009). Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing Your World. New York: McGraw-Hill.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.

WOSM. (2023). Scouting and the Sustainable Development Goals. World Organization of the Scout Movement. Diakses dari https://www.scout.org

0 comments:

Posting Komentar