Ketertarikan saya pada bahasa Madura diinspirasi oleh satu
mata kuliah saat S1 dulu. Leksikografi. Ya, itu berbeda dengan leksikostatistik.
Leksikografi ilmu tentang teknik penyusunan kamus, sedangkan leksikostatistik
terkait dialektologi yaitu ilmu pemetaan bahasa berdasarkan perbandingan
penggunaan kata pada dua atau lebih daerah. Fungsinya untuk menentukan apakah
dua daerah yang berdekatan menggunakan dua bahasa berbeda, beda wicara, beda
dialek atau subdialek, atau menggunakan bahasa yang sama.
Kuliah itu sekitar 2003. Kira-kira. Saya sudah lupa
tepatnya. Yang jelas di atas semester V. Pak Diding dosennya. Dari Unesa. Tapi,
saya tidak ingin bercerita tentang itu. Cerita itu akan saya ceritakan tersendiri.
Saya ingin melompat ke sekitar 2010. Awal lulus UGM dan mengajar di perguruan
tinggi. Cerita ini seputar kamus bahasa Madura. Saya menulisnya dengan
menggunakan ejaan terbaru. Sepertinya. Buku Manusia Madura karya Prof. Mien
Ahmad Rifai saya gunakan sebagai.[1]
Saya pikir itu ejaan dari Balai Bahasa Jawa Timur (waktu itu Balai Bahasa
Surabaya) yang saat itu belum bisa saya peroleh.[2]
Baru saya ketahui setelah saya mendapatkan salinan fail pdf setelah 2015 bahwa
ternyata Pak Mien tidak menggunakan ejaan BBJT. Apa buktinya?
Ada beberapa perbedaan antara ejaan dalam buku Pak Mien
dan BBJT. Untuk saat ini, saya hanya akan menceritakan tentang th dalam ejaan
resmi. Ejaan ini dalam bahasa Inggris direalisasi sebagai bunyi interdental. Bunyi
interdental adalah bunyi bahasa yang saat mengucapkannya, ujung lidah berada di
antara gigi atas dan gigi bawah. Dalam Bahasa Inggris, ada dua simbol fonetik
yang dipakai untuk melambangkan bunyi, yaitu [ð] seperti pada that, this,
than dan [θ] seperti pada three, thirsty, sympathy.
Th juga digunakan untuk transliterasi huruf Arab <ث> dengan
realiasi bunyi interdental [θ].[3]
Apa kaitannya dengan bukti?
Di buku Pak Mien, < th > pada ejaan BBJT ditulis <
ṭ > dengan tanda diakritik titik di bawah. Apakah <th> mewakili bunyi
yang sama dengan ejaan bahasa Inggris dan transliterasi Arab? Ternyata tidak. Dalam
ejaan Madura Madura th mewakili bunyi bunyi retrofleks yaitu bunyi yang titik
artikulasinya ada di langit-langit keras atau palatum. Mengapa berbeda?
Secara objektif saya lebih condong membenarkan ejaan Pak
Mien. Sebab, tanda diakritik titik di bawah secara konsisten mewakili bunyi
retrofleks seperti juga pada bunyi yang dieja ḍ. Sedangkan tambahan h mewakili
bunyi aspirat seperti pada bh, dh, ḍh, gh, dan jh. Bunyi yang dieja th tentu
bukan bunyi aspirat. Jadi, lebih baik ditulis sesuai dengan fungsi dari tanda secara
konsisten. Pertanyaannya, dari mana dua ejaan ini berasal?
Karena bukan pelaku, saya hanya memperkirakan. Th pada
ejaan BBJT kemungkinan berasal dari th dalam ejaan bahasa Jawa.[4]
Sedangkan ṭ pada buku Prof. Mien Ahmad Rifai merupakan adaptasi dari ejaan pada
kamus bahasa Madura-Belanda yang disusun oleh H. N. Kiliaan.[5]
Kedua ejaan ini mewakili satu aksara caraka [ꦛ].
Konsisten dengan pilihan, saya menggunakan ejaan tersebut
dalam kamus yang saya tulis. Tentu dengan konsekuensi. Salah satunya, kamus
tersebut akan berbeda ejaannya dengan ejaan yang berlaku. Guru bahasa Madura
juga akan menyesuaikan pemahaman ejaan ketika menggunakan kamus yang saya
tulis. Saya tetap pada pilihan sebab perbedaan ini tidak signifikan menciptakan
kesulitan dalam membaca, yaitu semudah mengganti ṭ menjadi th. Seperti membaca
buku ejaan lama dengan pemahaman ejaan baru.
[1] Mien Ahmad Rifai, Manusia
Madura: Pembawaan, Etos Kerja, Penampilan, dan Pandangan Hidupnya seperti
Dicitrakan Peribahasanya, (Yogyakarta: Pilar Media, 2007) Hlm. 51
[2]
Tim Balai Bahasa Jawa
Timur, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura yang Disempurnakan Edisi Revisi,
(Sidoarjo:Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, 2012) Hlm. 1-4
[3] Ejaan ini bukan
transliterasi versi Indonesia, tapi dari Standard Arabic System for Transliteration
of Geographical Names hasil dari Eleventh United Nations Conference on the Standardization
of Geographical Names di New York pada 8-17 August 2017
[4]
Balai Bahasa
Yogyakarta, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin Yang Disempurnakan,
(Yogyakarta:Kanisius, 2006) Hlm. 3
[5]
H. N. Kiliaan, Madoereesch-Nederlandsch
Woordenboek Tweede Deel, (Leiden: E.J. Brill, 1905) Hlm. 369