07 Juli 2025

, , ,

ANTOLOGI PUISI CANTING KENANGAN: KUMPULAN PUISI MUHLIS AL-FIRMANY

Muhlis Al-Firmany bukan nama baru dalam gerakan seni di Bangkalan. Kiprahnya dalam dunia seni teater dan sastra dimulai pada pertengahan 2000-an. Ia berteater, bersastra, bahkan menggarap film-film pendek yang digarap dengan baik. Kali ini disajikan puisi-puisi Muhlis tahun 2010-an yang terkumpul dalam buku Antologi Puisi Canting Kenangan[1]. Dalam artikel ini dipilih puisi-puisi lanskap yang menggambarkan pengalaman batin penulis dengan tempat-tempat ikonik di Bangkalan.



Selamat Menikmati.

 

sungai tangkel[2]

 

kecantikan alamimu

kami abaikan dari sekian lama perjalanan kami melintasimu?

 

kini, kau beda.

mungkin, sebagai bentuk pembalasan pada zaman

atau orang-orang berencana lain dengan keberadaanmu?

 

aku tak menahu.

tapi, cara orang-orang memperlakukanmu

menuntut kami bertanya-tanya.

 

kami akui, kami salah; mengabaikanmu,

paling tidak sekedar mengingat namamu saja kami enggan.

padahal kami harus menyeberangimus;

ratusan, bahkan ribuan kali. tak terhitung.

tapi, satu kali saja beri jawaban pasti pada kami.

kami yang dusta, kami yang jenaka datang ke sebuah kota;

menemui mimpi, menemui sepi berakar perkara. bungkam.

menyengsarakan.

 

kenapa kau diam?

 

diammu banyak membidik. hati-hati.

kelak, mungkin kau akan lebih cantik.

tangan-tangan mendandanimu sebagai permaisuri,

bahkan bisa saja pemujamu dari negeri lain?

 

atau kau akan bernasib lain;

sebagai tempat pebuang segala kotoran.

tersumbat, tak lagi bernafas. sesak.

karena mata-mata mulai terpikat.

terangsang oleh tubuh lain.

tubuh erotis.

tubuh-tubuh berlipstik.

bermata kilau.

 

kilau kekasihku,

kini membentang di tengah selangkang lautan.

 

takdir: menemuinya, sama dengan meraba gelap.

kita amini segala yang terjadi.

 

Bangkalan, April 2010

 

 

pecinan

 

pecinan, kusebut kau demikian.

 

bangunan-bangunanmu kokoh. diam, merapat.

dan sengau melompat dari lubang-lubang sempit;

jejer bagunan ini milik sisa yang terus meminta pertukaran

rahasia.

 

mungkin soal siul kalah.

atau anak-anak gadang lena akan aroma kembang api.

kembang-kembang tani bermandi padi.

bernyanyi puisi.

berlari dari bibir pelangi.

 

kami, darah pribumi

tak pernah mengerti perempuan bercermin

tirani atau dinasti bertarih birahi.

 

ah, kemarin, iya kemarin

kau masih mengajakku jalan-jalan.

 

gelisah membuatku enggan menginjak kedewasaan,

mengingat peta terus retak:

timur dan barat sama-sama berhianat.

 

kaki-kaki menjadi dekil. gigil.

merubah nasib lebih ajaib,

mungkin dongeng kecil,

kecil kami memakan rodi-rodi yang kau tunggangi

dari negeri kincir angin atau negeri tirai bambu.

 

aku benar-benar tidak menahu.

sesempit inikah tanah kita?

sekerdil apakah bangsa kita?

kita sudah lama merdeka bukan?

melampaul ramalan rasi bintang.

 

sesudah ini, merpati-merpati putih kita terbangkan

dari perkampungan nelayan, terlupakan.

bila ia kembali pulang,

kita siapkan sangkar berjeruji bulan.

kita sekap dengan manikam.

rayuan paling tajam.

 

pecinan, kau tarian paling kilau,

kilau penuh sengatan.

 

Bangkalan, April 2010

 

 

gunung geger[3]

 

klaras, umbul-umbul itu akan muncul kelak, anakku.

 

kini kami sudah besar, eyang, tutur katamu ngiang.

gigil, dalam diam. dalam-dalam. semai menuai;

benar atau salah keyakinan kau endapkan dari tanah lampau

hingga petualang nafas kami sampai di sini?

 

tutur cerita kehamilan potreh koneng

meringkuk sunyi di dekapanmu?

pelarian atau pertapaan adalah jejak buram,

sebab dongeng kami, ia tak bersuami?

 

di atasmu, bebatuan planang tak semestinya tercipta sendirian?

kami hanya menyebutmu: kelelakian sejati.

sepi seperti basah pipi nyai-nyai dihianati nasib.

 

ah, wujud tuhan terlalu rahasia untuk kami tafsir.

dan kami patuhi bahwa ratu adil akan muncul ke bumi?

 

ketinggianmu juga terlalu kami yakini sebagai awal mula

timbulnya pulau garang. gersang, asinnya-pun kilau.

mengalir sengau darah-darah tanah seberang.

berpulang sehabis menukar jalan perang.

perang tak pernah menemui ujung pangkal.

 

kami sangsi.

kami generasi mati.

 

Bangkalan, April 2010

 



[1] Muhlis Al-Firmany, Antologi Puisi Canting Kenangan (Bangkalan:Pagar Bambu, 2012) Hlm. 1-17

[2] Sungai Tangkel sungai penghidupan masyarakat Bangkalan, terletak di Kecamatan Burneh.

[3] Gunung Geger bukit/gunung tertinggi di Pulau Madura. Gunung di bagian selatan bebatuannya berbentuk Planang/alat kelamin laki-laki. Gunung ini oleh sebaga masyarakat Madura, diyakini tempat akan munculnya Ratu Adil kelak.

0 comments:

Posting Komentar